Tuesday, April 20, 2004

stagnasi...

dulu nih ri, gue bisa belajar dari jam dua siang sampe jam dua pagi..
tidur sehari empat jam doang..


Itu salah satu obrolan pengantar menuju tempat laundry. Sudah dua minggu semua baju kotor itu kutumpuk sampai seorang Ria menemani. Puncak penat dan lembah malas sudah benar-benar berada dititik nadirnya. Dua minggu tanpa progress, dua minggu hanya dari satu site ke site yang lain. Dari satu window chatting ke window chatting yang lain…

sudah lama aku nggak ujian..sudah lama aku nggak nulis paper.

Itu alasan yang paling sering aku ungkapkan atas kelambatanku *lebih halus dari kata malas*. Tiga bulan yang lalu ketika shock dengan deadline yang bertubi-tubi, aku malah memilih menuliskan kegalauanku. Sekarang, saat mestinya aku sudah menghabiskan satu judul buku dan menjawab semua soal revision, aku malah berkelana dari satu jendela ke jendela lain..

Kata tidak produktif tidak terlalu benar untuk dua minggu terakhir ini. Paling tidak seloyang lapis surabaya dan sebentuk puding dengan siraman fla susu rasa vanilla berhasil kubuat dua malam lalu. Malam dimana mestinya aku menulis sesuatu untuk sesajen ujian minggu depan. Belum lagi jatah setiap sore, menyajikan makanan hangat untuk para opa oma kesepian dirumah sakit. Berbagi senyum untuk para tua-tua yang sendirian. Cukup produktif bukan...

Seorang sahabat baru saja mengeluh karena masih berhutang essay tujuh ribu kata untuk esok lusa. Sahabat membayangkan bagaimana aku bisa melakukan semuanya, pudding, lapis surabaya, essay, ujian, dan bekerja, walaupun sebenarnya stagnasi dimeja belajarku sudah sampai ke stadium akut.

Sementara kemarin malam, dengan penuh nostalgia kuceritakan masa sekolahku pada seorang Ria, dalam perjalanan ke tempat laundry. Bahwa dimasa itu, aku hanya perlu empat jam dalam sehari untuk bermimpi, dan dua belas jam untuk belajar. Serta memberikan sisanya untuk rumahku.

kapan tuh?
Tanya seorang Ria..

Sepuluh tahu yang lalu....
Aku tersenyum dalam hati..
Lama sekali...

Sementara tiga tahun lalu saja, aku sangat bersemangat untuk menyelesaikan semua jenjang study yang ada, es satu, es dua, es tiga dan es es yang lain..

Tidak pernah cukup rasanya ilmu terkumpul untuk menjadi seorang yang aku inginkan: periset! Berkelana dari satu dunia ke dunia lain, membaca alam, menulis kabar, merakit mimpi, menjelajah dunia..

Tapi tampaknya semangat itu menipis..

Sama tipisnya dengan kuat badanku, yang sudah tidak mau lagi diminta istirahat selama empat jam. Yang sudah tidak mau lagi diminta sigap selama dua belas jam. Yang sudah merasa lelah ini dan itu..

Kemana semangat yang dulu sering aku ceritakan pada kawan baikku. Kemana semua ungkapan

loe bisa..
loe pasti akan dapetin yang loe mau..


Ungkapan seorang kawan yang sering melihatku duduk di bangku kerja pukul sembilan pagi dan beranjak dari bangku yang sama pukul sembilan pagi keesokannya.

ah kawan, aku rindu kata-kata itu..
atau..aku rindu kamu...?

Entah apa yang hilang...
Entah apa yang terbang...
Semangatku..
Atau penyemangatku???

Yah paling tidak, saat ini aku sudah punya baju bersih lagi..dan lapis surabaya serta pudding fla yang masih segar menggoda di dalam kulkasku..

Cukup produktif lah..walaupun bukan seharusnya

|

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

indonesia

"Poetry is a way of taking life by the throat.." Robert Frost (1874-1963)